Cara Menyiapkan Bahan-Bahan Perkerasan Jalan
Bahan-Bahan
Perkerasan Jalan
1. Agregat
Agregat didefinisikan secara
umum sebagai formasi kulit bumi yang keras dan padat. ASTM mendefinisikan
agregat sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral pada, berupa masa
berukuran besar ataupun fragmen-fragmen. Menurut Silvia (2003) agregat
merupakan komponen utama dari struktur perkerasan jalan, yaitu 90-90% berat
atau 75-85% dari volume campuran. Sehingga kualitas perkerasan jalan ditentukan
juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain
(aspal). Berdasarkan proses terjadinya, agregat dapat dibedakan atas agregat
beku, agregat sedimen, dan agregat metamorfik. Berdasarkan ukurannya, Bina
Marga membedakan agregat menjadi
a.
Agregat kasar,
adalah agregat yang tertahan pada ayakan 4,75 mm harus terdiri dari partikel
atau pecahan batu atau kerikil yang keras dan awet. Untuk agregat kasar harus
memenuhi syarat, yaitu abrasi maksimal 40%, kelekatan terhadap aspal minimal
95%, bagian yang lunak maksimal 5%, berat jenis semu minimal 2,5, penyerapan
air maksimal 3%, kadar lempung maksimal 0,25%, kadar debu maksimal 1%, indeks
kepecahan maksimal 25%, bidang pecah maksimal 50%, dan gradasi lolos saringan
3/4”, serta tertahan no.4. Karakteristiknya yaitu mempunyai kekuatan atau
kekasaran (crushing strength),
mempunyai bentuk yang relatif kotak atau kubus, dan mempunyai bidang permukaan
yang relatif kasar.
b.
Agregat halus,
adalah agregat yang lolos ayakan 4,75 mm harus terdiri dari partikel pasir
alami atau batu pecah halus dan partikel halus lainnya. Untuk agregat halus
harus memenuhi syarat, yaitu nilai sand
equivalent dari agregat minimum 50, berat jenis semu minimum 2,5, agregat
harus non-plastis, dan peresapan agregat terhadap air maksimum 3%.
Sifat-sifat agregat yang disyaratkan adalah sebagai
berikut:
a.
Seluruh lapis
pondasi agregat harus bebas dari bahan organik dan gumpalan lempung atau
bahan-bahan lain yang tidak dihendaki
b.
Gradasi harus
memenuhi ketentuan (menggunakan pengayakan secara basah) yang diberikan dalam
Tabel 2.1.
Tabel 2.1.
Gradasi Lapis Pondasi Agregat Kasar
Tabel 2.2.
Sifat-Sifat Lapis Pondasi Agregat Kasar
Pengujian Agregat
Pengujian agregat
diperlukan untuk mendapatkan agregat yang baik adalah sebagai berikut:
a.
Pengujian Analisa
saringan (gradasi)
Gradasi
agregat adalah pembagian ukuran butiran yang dinyatakan dalam persen dari berat
total. Tujuan utama pekerjaan analisis ukuran butir agregat adalah untuk
pengontrolan gradasi agar diperoleh konstruksi campuran yang bermutu tinggi.
Suatu lapisan yang semuanya terdiri dari agregat kasar dengan ukuran yang
kira-kira sama mengandung rongga udara sekitar 35%. Apabila lapisan tersebut
terdiri atas agregat kasar , sedang, dan halus dengan perbandingan yang benar
akan dihasilkan lapisan agregat yang lebih padat dan rongga udara yang kecil.
b.
Berat jenis dan
penyerapan
Pengujian
tersebut bertujuan untuk mengetahui berat jenis dan penyerapan agregat.
c.
Uji Keausan
Pada
pekerjaan jalan, agregat akan mengalami proses tambahan seperti pemecahan,
pengikisan akibat cuaca, pengausan akibat lalu lintas. Guna mengatai hal
tersebut, agregat harus mempunyai daya tahan yang cukup terhadap pemecahan (crushing), penurunan (degradation), dan penghancuran (disintegration). Agregat pada atau di
dekat permukaan perkerasan memperlukan kekerasan dan mempunyai daya tahan
tertutup pengausan yang lebih besar dibandingkan dengan agregat yang letaknya
pada lapisan lebih bawah, karena bagian atas perkerasan menerima beban
tersebut.
d.
Pengujian setara
pasir
Pengujian ini
dilakukan untuk menentukan perbandingan relative dari bagian yang dapat
merugikan (butiran lunak dan lempung) terhadap bagian agregat yang lolos
saringan no.4.
e.
Pemeriksaan
gumpalan lempung dan butiran yang mudah pecah dalam agregat dalam agregat
Butiran
agregat jika terkena air mudah pakan mudah pecah sehingga lebih baik tidak
digunakan, karena jika perkerasan jalan tergenang air, selain mudah pecah
biasanya menunjukkan suatu kecenderungan bahwa butiran ini mengandung lempung.
f.
Pengujian daya
lekat agregat terhadap aspal
Pengujian
tersebut bertujuan untuk mengetahui kecelakaan agregat terhadap aspal.
g.
Angularitas
Angularitas
merupakan suatu pengukuran penentuan jumlah agregat berbidang pecah. Susunan
permukaan yang kasar yang menyerupai kekasaran kertas amplas mempunyai
kecenderungan untuk menambah kekuatan campuran, disbanding dekat permukaan yang
licin. Ruangan agreagt yang kasar biasanya lebih besar sehingga menyediakan
tambahan bagian untuk diselimuti oleh aspal. Agregat dengan permukaan yang licin
dengan mudah dilapisi lapisan aspal tipis (asphalt
film), tetapi permukaan seperti ini tidak dapat memegang leapisan aspal
tersebut tetap pada tempatnya.
h.
Pemerikasaan
kepipihan agregat
Bentuk butir
(particle shape) pada agregat
dibedakan menjadi 6 kategori, yaitu bulat, tidak beraturan, berbidang pecah (angular), pipih, panjang, dan lonjong.
Agregat yang pipih dan atau panjang akan mudah patah apabila medapat beban lalu
lintas. Besarnya kepipihan dinyatakan dalam indeks kepipihan. Banyaknya agregat
yang pipih dinyatakan dengan indeks kepipihan (flackiness index) dan agregat yang panjang dinyatakan dengan indeks
kelonjongan (elongation index).
i.
Pengujian partikel
ringan dalam agregat
Adanya
partikel ringan pada agregat dengan jumlah besar yang digunakan sebagai
campuran aspal panas akan mengganggu stabilitas campuran. Partikel ringan yang
dimaksud adalah partikel yang mengapung di atas larutan yang berat
jenisnya 2. Bahan yang digunakan untuk
memisahakan partikel ringan adalah larutan seng khlorida (ZnCl2) berat jenis 2.
Standar Pengujian Agregat
Dalam pengujian
agregat terdapat beberapa macam standar yang digunakan untuk masing-masing
proses pengujian agregat ditunjukkan pada Tabel
2.3.
Tabel 2.3.
Standar Pengujian Agregat
2. Bahan Pengisi
(Filler)
Bahan pengisi
(filler) adalah bagian dari agregat
halus yang minimum 75% lolos saringan No.200 (0,075 mm). Karakteristiknya yaitu
mengisi ruang kosong dan membuat mix
stiff/stable.
a.
Loess
Loess adalah
deposit material halus dan porous akibat angin. Butirannya lebih kecil dari
pasir, tetapi lebih besar dari tanah. Karena butirannya bersudut dan dapat
dipadatkan, maka loess mempunyai
karakteristik tersendiri dimana loess dapat
digali vertikal.
b.
Debu Berbutir
Debu berbutir
adalah debu dari batuan (misalnya dari batu marmer), Portland Cement, atau debu buatan atau alami lainnya. Umumnya
80-100% lolos saringan no.200. debu berbutir ditambahkan ke dalam campuran
aspal untuk mengisi rongga dalam campuran dan meningkatkan stabilitas campuran.
Kapur tohor termasuk jeni debu berbutir, namun pemakaian filler jenis ini harus dibatasi maksimum 1% karena efek
ekspansifnya. Pemakaian debu marmer lebih aman karena tidak ekspansif.
c.
Abu Terbang (Flyash)
Filler buatan
yang diperoleh dari pembakaran batu bara. Umumnya 80% lolos saringan No.200.
Material ini dapat digunakan sebagai filler
added untuk campuran aspal.
3. Aspal
Dalam pelaksanaan jalan terutama untuk perkerasan
lentur, material aspal adalah material yang sangat penting sebagai pengikat
antar agregat. Persyaratan aspal sendiri adalah aspal yang berasal dari minyak
bumi, mempunyai sifat sejenis dengan kadar parafine
dalam aspal tidak melebihi 2%, tidak mengandung air dan tidak berbusa jika
dipanaskan sampai suhu 75oC.
Jenis Aspal
Aspal terbagi
menjadi 2 tipe, yaitu aspal alam dan aspal buatan.
a.
Aspal Alam
(Asbuton)
Sifat Asbuton
sangat dipengaruhi oleh suhu, jika suhu meningkat maka aspal akan semakin cepat
mencapai plastis. Selain itu, sifat Asbuton juga dipengaruhi oleh bahan pelarut
yang menyebabkan aspal menjadi lembek.
Klasifikasi
aspal alam:
-
Asbuton 10 = kadar aspal 9-11%
-
Asbuton 13 = kadar aspal 11,5-14,5%
-
Asbuton 16 = kadar aspal 15-17%
-
Asbuton 20 = kadar aspal 17,5-22,5%
-
Asbuton 25 = kadar aspal 23-27%
-
Asbuton 30 = kadar aspal 27,5-32,5%
b.
Aspal Buatan
Merupakan
hasil akhir dari penyaringan minyak.
Klasifikasi
aspal buatan:
-
Aspal cair
-
Aspal emulsi
-
Aspal semen (Asphal Cement/AC)
Pengujian
Terhadap Aspal
Adapun macam-macam pengujian aspal, di antaranya
adalah sebagai berikut:
a.
Uji Penetrasi
Pengujian
terebut bertujuan untuk menentukan angka penetrasi aspal yang akan menjadi
acuan spesifikasi pada karakteristik lainnya.
b.
Uji Titik Lembek
Aspal
Pengujian tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat
suhu di mana aspal mulai lembek akibat suhu udara sehingga dalam perencanaan
jalan dapat diperkirakan bahwa aspal yang digunakan masih tahan dengan suhu di
lokasi perencanaan jalan tersebut.
c.
Uji Viskositas
Bertujuan unutk mengetahui
tingkat kekentalan aspal.
d.
Kehilangan Berat
Aspal
Pengujian tersebut bertujuan
untuk mengetahui presentase kehilangan berat aspal.
e.
Uji Titik Nyala
dan Titik Bakar Aspal
Pengujian titik nyala
dilakukan untuk memperkirakan temperature maksimum dalam pemanasan aspal
sehingga dalam praktik di lapangan pemanasan aspal tidak boleh melebihi titik
nyala dan titik bakarnya. Dalam percampuran aspal diusahakan untuk tidak
melebihi titik nyala, sehingga aspal dapat menjadi keras dan getas.
f.
Uji Kearutan Aspal
dengan CCl4
Pengujian
tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat kemurnian aspal dengan menggunakan
larutan CCl4.
g.
Uji Berat Jenis
Aspal
Pada
pengujian tersebut dihasilkan berat jenis aspal yang akan digunakan dalam
analisi campuran, yaitu pada formula berat jenis maksimum campuran dan
presentase rongga terisi aspal.
Standar
Pengujian Aspal
Dalam pengujian aspal terdapat beberapa macam standar
yang digunakan untuk masing-masing proses pengujian. Standar-standar pengujian
seperti pada tabel 2.4.
Tabel 2.4.
Standar Pengujain Aspal
Kesimpulan
Material yang
digunakan untuk lapisan pondasi bawah umumnya harus nilai CBR ≥ 20% dan indeks
plastisitas (PI) < 10%. Lapis pondasi bawah terdiri dari agregat kasar kelas
C yang berasal dari kerikil.
Syarat-syarat
untuk lapisan pondasi atas adalah: (1) Mutu bahan harus sebaik mungkin dimana
tidak mengandung kotoran lumpur, bersisi tajam dan kaku, (2) Susunan gradasi
harus merupakan sususan yang rapat, (3) Material yang digunakan untuk lapisan
pondasi atas haruslah awet dan kuat, (4) mempunyai nilai CBR ≥ 50% dan indeks
plastisitas (PI) < 4%, (5) Lapisan pondasi atas ini menggunakan agregat
kasar kelas A yang berasal dari batu kali harus 100% mempunyai paling sedikit
dua bida pecah atau kelas B yang berasal
dari batu kali harus 65% mempunyai paling sedikit satu bidang pecah.
Bahan untuk lapis
permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk lapis pondasi, dengan
persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan
dapat bersifat kedap air
Comments
Post a Comment