Manajemen Waktu Proyek Konstruksi
Pengertian Manajemen Waktu
2. Mengukur dan Membuat Laporan Kemajuan (Monitoring)
4. Merencanakan dan Menerapkan Tindakan Pembetulan (Corrective Action)
5. Memperbaharui Jadwal (Updating Schedule)
Pengertian Delay
Excusable dan Non-Excusable Delay
Manajemen waktu
proyek adalah tahapan mendefinisikan proses-proses yang perlu dilakukan selama
proyek berlangsung berkaitan dengan penjaminan agar proyek dapat berjalan tepat
waktu dengan tetap memperhatikan keterbatasan biaya serta penjagaan kualitas
produk/servis/hasil unik dari proyek.
Manajemen waktu proyek mencakup segala proses yang diperlukan untuk
memastikan proyek selesai tepat pada waktunya. Sistem manajemen waktu berpusat pada berjalan atau
tidaknya perencanaan dan penjadwalan proyek, dimana
dalam perencanaan dan penjadwalan tersebut telah disediakan pedoman yang spesifik untuk menyelesaikan aktivitas proyek dengan
lebih cepat dan efisien (Clough dan
Sears,1991). Sumber daya dalam proyek konstruksi biasa disebut dengan istilah 5 M, yang terdiri dari:
1.
Men (manusia)
2.
Material (bahan-bahan untuk pengerjaan konstruksi)
3.
Machines (mesin/peralatan)
4.
Money (uang)
5.
Methods (method/cara/teknologi)
Walaupun dalam manajemen waktu seluruh pekerjaan telah dipelajari dan
dianalisa secara mendalam, tidak ada rencana yang sempurna. Tidak satu pun
perencana mampu mengantisipasi setiap hal mengenai pekerjaan yang mungkin akan
terjadi saat konstruksi berlangsung, ada banyak hal yang akan menjadi kendala
penerapan manajemen waktu. Kendala dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki
makna: (1) halangan; rintangan; kendala; (2) faktor atau keadaan yang
membatasi, menghalangi, mencegah pencapaian sasaran atau pembatalan
pelaksanaan.
Dalam pelaksanaan suatu proyek banyak masalah yang tidak diperhitungkan
sebelumnya dapat muncul setiap hari. Cuaca buruk, keterlambatan pengiriman
material, konflik dengan pekerja, kerusakan peralatan, kecelakaan kerja,
perubahan urutan kerja, dan berbagai macam kejadian lainnya dapat menggangu
rencana dan jadwal yang telah disusun sebelumnya. Oleh sebab itu, perlu
dilakukan evaluasi mengenai performance pekerjaan di lapangan apakah
telah sesuai atau tidak dengan rencana.
Manajemen waktu proyek merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki
oleh seorang manajer proyek. Manajemen waktu proyek dibutuhkan manajer proyek
untuk memantau dan mengendalikan waktu yang dihabiskan dalam menyelesaikan
sebuah proyek. Dengan menerapkan manajemen waktu proyek, seorang manajer proyek
dapat mengontrol jumlah waktu yang dibutuhkan oleh tim proyek untuk membangun
deliverables proyek sehingga memperbesar kemungkinan sebuah proyek dapat
diselesaikan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
Aspek-aspek Manajemen Waktu
Dasar
yang dipakai pada sistem manajemen waktu proyek yaitu perencanaan operasional
dan penjadwalan yang selaras dengan durasi proyek yang sudah ditetapkan. Dalam
hal ini, penjadwalan digunakan untuk mengotrol aktivitas proyek setiap harinya.
Adapun aspek-aspek manajemen waktu yaitu menentukan penjadwalan proyek,
mengukur dan membuat laporan dari kemajuan proyek, membandingkan penjadwalan
proyek dengan kemajuan proyek sebenarnya di lapangan, menentukan akibat yang
ditumbukan oleh perbandingan jadwal dengan kemajuan di lapangan pada akhir
penyelesaian proyek, merencanakan penanganan untuk mengatasi akibat tersebut,
yang terakhir memperbaharui kembali penjadwalan proyek (Clogh dan Scars, 1991).
Sedang aspek-aspek manajemen waktu itu sendiri merupakan proses yang saling
berurutan satu dengan yang lainnya.
Gambar 1.1 Sistem Manajemen
Waktu
Sumber: Clough dan Scars (1991)
Jarang ditemui suatu keadaan
dimana suatu jadwal rencana dapat tepat dengan pelaksanaan di lapangan. Untuk
dapat mencapai kondisi demikian dibutuhkan suatu perencanaan yang cermat dan
didukung factor eksternal agar hal tersebut dapat tercapai. Penandaan prestasi
pekerjaan dalam alat pengendalian (schedule) dilanjutkan dengan
penyesuaian urutan kegiatan disebut dengan updating (Ervianto, 2002).
Walaupun menghadapi keadaan yang terus mengalami perubahan, target waktu yang
ditunjukkan pada Gambar 1.1 diulang secara teratur selama proyek berlangsung.
1. Menyusun Jadwal (Planning)
Penjadwalan proyek merupakan salah satu elemen hasil perencanaan, yang
dapat memberikan informasi tentang jadwal rencana dan kemajuan proyek dalam hal kinerja sumber daya
berupa biaya, tenaga kerja, peralatan dan material serta durasi proyek dan progress waktu untuk menyelesaikan
proyek. dalam proses penjadwalan, penyusunan
kegiatan dan hubungan antar kegiatan dibuat lebih rinci hal ini dimaksudkan
untuk membantu pelaksanaan evaluasi proyek. Penjadwalan adalah pengalokasian waktu yang tersedia untuk melaksanakan
masing-masing pekerjaan dalam rangka
menyelesaikan suatu proyek sehingga tercapai hasil optimal dengan mempertimbangkan keterbatasan-keterbatasan
yang ada (Husen, 2008).
Proses penyusunan jadwal tidak hanya berlangsung sebelum pekerjaan
dimulai, namun tetap berlanjut selama pekerjaan berlangsung. Project Management Institute (1996) mengindentifikasikan proses yang
berlangsung sebelum
dan selama pekerjaan berlangsung sebagai berikut:
1. Identifikasi
Kegiatan (Activity Definition)
Agar sebuah proyek yang kompleks mudah dikendalikan,
maka perlu untuk diuraikan dalam bentuk komponen-komponen individual dalam
struktur hirarki, yang dikenal
dengan Work Breakdown Structure (WBS). Pada dasarnya WBS merupakan suatu daftar yang bersifat top down
dan secara hirarkis menerangkan komponen-komponen
yang harus dibangun dan pekerjaan yang berkaitan
dengannya.
Struktur dalam WBS mendefinisikan tugas-tugas
yang dapat diselesaikan secara terpisah dari tugas-tugas lain, memudahkan
alokasi sumber daya, penyerahan tanggung jawab, pengukuran dan pengendalian
proyek. Pembagian tugas menjadi sub tugas yang
lebih kecil tersebut dengan harapan menjadi lebih mudah untuk dikerjakan dan diestimasi lama waktunya.
Melakukan rincian sebuah proyek ke dalam
bagian-bagian komponen yang lebih kecil akan memudahkan pembagian alokasi
sumber daya dan pemberiantanggung jawab individual. Perlu kiranya memberi
perhatian pada penggunaan detail level yang sangat tinggi akan
menyerupai hasil dan manajemen mikro. Sedangkan kondisi ekstrim kebalikannya, tugas-tugas
mungkin akan menjadi demikian lebar untuk bisa diatur secara efektif. Hasil
dari WBS berupa daftar kegiatan.
Gambar
1.2 Work Breakdown Structure
2. Penyusunan
Urutan Kegiatan (Activity Sequencing)
Setelah
diuraikan menjadi komponen-komponennya, lingkup proyek disusun kembali menjadi
urutan kegiatan sesuai dengan logika ketergantungan. Tujuan dari penyusunan urutan kegiatan
adalah untuk mengetahui bagaimana meletakkan kegiatan ditempat yang benar,
apakah harus bersamaan (paralel), setelah pekerjaan yang lain selesai
atau sebelum pekerjaan yang lain selesai (sequental). Pada penyusunan
urutan kegiatan ketergantungan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
a.
Mandatory
dependencies, atau
juga disebut hard logic, adalah ketergantungan alami yang ada pada
proyek, biasanya melibatkan keterbatasan fisik kegiatan yang dikerjakan.
Misalnya, pekerjaan atap tidak bisa dikerjakan sebelum pekerjaan pondasi
selesai.
b.
Discretionary
dependencies, atau
juga disebut soft logic, adalah ketergantungan yang ditetapkan oleh tim
manajemen berdasarkan best pratice pada kegiatan tertentu.
c. External dependencies, adalah ketergantungan yang melibatkan
hubungan kegiatan proyek dengan yang bukan merupakan kegiatan proyek, misalnya
pemancangan tiang pancang baru bisa dilakukan setelah tiang pancang tiba di
lokasi proyek.
3. Perkiraan
Kurun Waktu Proyek (Duration Estimating)
Setelah terbentuk jaringan kerja,
masing-masing komponen kegiatan diberikan perkiraan kurun waktu yang diperlukan
untuk menyelesaikan kegiatan yang bersangkutan, juga perkiraan sumber daya yang
diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan tersebut. durasi suatu aktivitas adalah
panjangnya waktu pekerjaan mulai dari awal hingga akhir. Dalam memperkirakan
kurun waktu kegiatan, kontraktor harus menyusun time schedule yang akan dipakai
sebagai acuan dalam mengerjakan proyek. Ada 2 pendekatan dalam menentukan
durasi aktivitas, yaitu:
a.
Pendekatan
teknik, meliputi pemeriksaan persediaan sumber daya,mencatat produktivitas sumber
daya, memeriksa kuantitas pekerjaan dan kemudian menentukan durasi.
b.
Pendekatan
praktek, meliputi pengalaman dan penilaian ahli (expert judgement).
4. Penyusunan Jadwal (Schedule Development)
Penyusunan jadwal berarti menentukan waktu
mulai dan berakhirnya seluruh kegiatan pada suatu proyek. Apabila waktu mulai
dan berakhirnya tidak realistis kemungkinan besar proyek tersebut tidak dapat
diselesaikan sesuai dengan jadwal. Untuk dapat menyusun jadwal yang akurat
diperlukan berbagai macam masukan seperti; diagram jaringan kerja, perkiraan
durasi pekerjaan,kebutuhan sumber daya, ketersediaan sumberdaya, kalender,
batasan (tenggang waktu dan milestone), asumsi dan leads and lags.
Gambar 1.3 Proses Pembuatan Jadwal
Sumber: PMBOK (1996)
Analisis matematika adalah teknik yang umumnya digunakan dalam menyusun
jadwal. Metoda yang digunakan dalam menyusun jadwal antara lain:
a. Critical Path Method (CPM)
CPM (Critical Path Method) adalah
teknik manajemen proyek yang menggunakan hanya satu faktor waktu per kegiatan.
Merupakan jalur tercepat untuk mengerjakan suatu proyek, dimana setiap proyek
yang termasuk pada jalur ini tidak diberikan waktu jeda/istirahat untuk
pengerjaannya. Dengan asumsi bahwa estimasi waktu tahapan kegiatan proyek dan
ketergantungannya secara logis sudah benar. Jalur kritis merupakan jalur yang
terdiri dari kegiatan-kegiatan yang bila terlambat akan mengakibatkan
keterlambatan penyelesaian proyek. Dalam CPM aktivitas disimbolkan dengan panah
sehingga CPM disebut juga activity on arror (AOA), pada gambar 1.4,
jalur kritis disimbolkan dengan panah ganda.
Gambar
1.4 Jaringan Kerja CPM
Sumber:
Ervianto (2004)
b.
Program
Evaluation and Review Technique (PERT)
PERT merupakan teknik estimasi yang
menggunakan metode statistik. Teknik ini berbasis pada peristiwa (event
oriented) untuk setiap aktivitas. Untuk setiap aktivitas dievaluasi waktu
penyelesaian yang paling cepat (optimistis), paling lama (pesimistis) dan yang
paling realistisnya. Dari datadata ini, kemudian dihitung distribusi
rata-ratanya, dan dianggap sebagai nilai akhir yang paling memungkinkan. Dengan
menggunakan teknik PERT maka estimasi akan lebih realistis karena mendasarkan
perhitungan pada teori peluang dan variasinya.
c.
Precendence
Diagramming Method (PDM)
Gambar 1.5 Diagram PDM
Sumber: Soeharto (1995)
Metode perancangan jaringan kerja ini
menggunakan node untuk mewakili suatu kegiatan, kemudian menghubungkannya
dengan panah untuk menunjukkan ketergantungannya. Terdapat empat ketergantungan
dalam PDM yaitu: finish-tostart (FS); aktivitas B dapat dimulai ketika
aktivitas A selesai,start tostart (SS); aktivitas B dapat dimulai
apabila aktivitas A dimulai, finih-to-finish(FF); aktivitas B tidak
dapat diakhiri apabila aktivitas A belum berakhir, dan start-to-finish
(SF); aktivitas B tidak dapat diakhiri selama aktivitas A belum dimulai.
d. Duration Compression
Duration Compression adalah analisis
matematika khusus yang mencari jalan untuk memperpendek jadwal tanpa mengubah
scope pekerjaan. Metode yang digunakan antara lain crashing dan fast
tracking.
Output dari proses penyusunan jadwal ini dapat berupa:
1. Bagan
Balok (Gantt Chart)
Metode
bagan balok diperkenalkan oleh H.L Gantt pada tahun 1917. Bagan balok disusun
dengan maksud untuk mengindentifikasi unsur-unsur waktu dan urutan dalam
merencanakan suatu kegiatan, yang terdiri dari waktu mulai, waktu penyelesaian,
dan pada saat pelaporan.
Gambar 1.6 Gantt Chart
Sumber: Husen (2008)
Bagan balok dapat dibuat secara manual
atau dengan menggunakan komputer. Bagan ini tersusun pada arah vertikal dan
horizontal. Pada sumbu horizontal, dicatat pekerjaan atau elemen atau paket
kerja dari hasil penguraian lingkup suatu proyek dan digambar sebagai balok.
Sedangkan pada sumbu vertikal, tertulis satuan waktu, misalnya hari, minggu
atau bulan.
2. Project
Network Diagram
Diagram jaringan kerja adalah output yang
dihasilkan oleh metode-metode jaringan kerja seperti CPM, PERT dan PDM.
3. Milestones
Chart
Milestone adalah event yang
mendapat perhatian khusus dalam suatu proyek, milestone biasanya ditempatkan
sebelum akhir suatu kegiatan agar corrective action masih dapat
dilakukan saat terjadi masalah. Milestone chart dapat digunakan sebagai alat
kontrol kemajuan proyek terutama pada jaringan kerja.
5. Pengendalian
Jadwal (Schedule Control)
Pengendalian waktu proyek (schedule
control) merupakan salah satu bagian dari pengendalian proyek (project
controlling) yang bertujuan bagaimana menjaga proyek tersebut agar selesai
sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Manajemen pengendalian waktu proyek
harus meliputi semua
Proses yang diperlukan untuk menjamin ketepatan waktu penyelesaian
proyek tersebut. Selama proses pengendalian ini, dilakukan pengukuran serta
monitoring secara rutin terhadap apa yang telah dicapai selama pelaksanaan
pekerjaan, kemudian hasilnya dievaluasi dan dibandingkan dengan rencana semula,
sehingga dapat diketahui apakah terjadi penyimpangan terhadap tujuan atau
tidak.
2. Mengukur dan Membuat Laporan Kemajuan (Monitoring)
Laporan kemajuan di lapangan adalah
dokumen yang sangat penting dalam
menganalisa kemajuan pada akhir penyelesaian proyek. Laporan-laporan yang
diperlukan meliputi presentase penyelesaian proyek pada tiap-tiap aktivitasnya.
Alat yang digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi proyek dalam pengendalian
waktu adalah kurva S, yaitu plotting dari kumulatif persentase
bobot pekerjaan, yang dapat merepresentasikan kemajuan dari awal hingga akhir
proyek (Clough dan Sears, 1991).
Kurva
S dapat dimodifikasi dengan 3 indikator, yaitu : Realisasi dari volume
pekerjaan ( Budgeted Cost of Work Performed – BCWS), dan realisasi biaya
pekerjaan (Actual Cost of Work Performed - ACWP) (Husen, 2008)
Gambar 1.7 Kurva S pada Time Schedule
Sumber: Soeharto (1995)
Menurut
Soeharto (1995), pengendalian adalah proses/usaha yang sistemastis dalam
penetapan standar pelaksanaan dengan tujuan perencanaan, sistem informasi,
umpan balik, membandingkan pelaksanaan nyata dengan standar yang telah
ditetapkan dalam perencanaan, menentukan dan mengukur
penyimpangan-penyimpangannya, serta melakukan koreksi perbaikan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan, sehingga tujuan tercapai secara efektif dan
efisien. Kegiatan pengendalian sangat erat hubungannya dengan fungsi-fungsi
manajemen lainnya (perencanaan dan pelaksanaan), karena pada kegiatan
pengendalian ini dilihat apakah tujuan yang direncanakan dapat dicapai dalam
pelaksanaan secara riil. Kegiatan pengendalian tidak terlepas dari pengarahan,
monitoring, evaluasi dan koreksi. Dalam melakukan monitoring hal-hal yang
penting untuk diukur antara lain:
1.
Mengukur hasil kerja
Dalam mengukur hasil
kerja beberapa masukan yang perlu diperoleh adalah :
a. Actual
start dan actual completion date
b. Kemajuan
setiap aktivitas (progress)
c. Perubahan
durasi dari suatu aktivitas
d. Penambahan
atau pengurangan suatu aktivitas
e. Perubahan
hubungan atau urutan dari suatu aktivitas (job logic)
f. Kejadian
penting pada saat pengerjaan proyek
2. Mengukur
penggunaan sumber daya
3. Mengukur
kualitas
4. Mengukur
kinerja dan produktivitas
3. Membandingkan
Kemajuan di
Lapangan Dengan Rencana dan
Menentukan Akibat yang
Timbul pada
saat Penyelesaian (Analysis)
Analisis
kemajuan proyek dapat membantu manajemen proyek dalam memberikan peringatan
dini akan adanya satu masalah dalam pelaksanaan pekerjaan. Analisis kemajuan
proyek dilakukan saat kegiatan proyek sedang berjalan apabila diperlukan,
misalnya saat kegiatan mengalami keterlambatan harus dianalisa penyebabnya,
apakah dikarenakan tingkat kesulitannya yang tinggi atau sebab lainnya,
sehingga keterlambatan dengan sebab dan pada aktivitas yang sama tidak akan
terulang lagi (Brandon dan Grey,1970)
Yang
menjadi perhatian utama dalam analisis kemajuan proyek adalah penentuan akibat
yang akan timbul pada waktu penyelesaian proyek dan waktu penyelesaian
kegiatan-kegiatan didalamnya yang telah disusun sebelumnya. Kesuksesan dalam
mencapai target waktu adalah tujuan utama sistem manajemen waktu.
Menurut
Clough dan Sears (1991), langkah-langkah dalam melakukan analisa dapat berupa:
1. Membandingkan
secara berkala perencanaan kemajuan proyek dengan kenyataan di lapangan.
2. Menentukan
akibat/pengaruh yang terjadi pada tanggal penyelesaian dan pada milestone proyek
3. Memeriksa
kemungkinan munculnya jalur kritis yang baru.
4. Merencanakan dan Menerapkan Tindakan Pembetulan (Corrective Action)
Corrective
Action adalah segala upaya yang dilakukan untuk
mengembalikan kinerja masa depan yang diharapkan sesuai jalur yang
direncanakan. Corrective Action sering melibatkan expediting.
Kegiatan khusus yang bertujuan memastikan penyelesaian suatu kegiatan tepat
pada waktunya atau dengan delay sesingkat mungkin. Apabila hasil
analisis menunjukkan adanya indikasi penyimpangan yang cukup berarti, maka
perlu dilakukan langkah-langkah pembetulan. Tindakan pembetulan dapat berupa
(Clough dan Sears, 1991)
1. Realokasi
sumber daya
2. Menambah
jumlah tenaga kerja
3. Jadwal
alternatif (lembur atau shift)
4. Membagi-bagi
pekerjaan ke subkontraktor
5. Mengubah
metode kerja
6. Work
Splitting (Pembagian pekerjaan dengan durasi yang
lama)
5. Memperbaharui Jadwal (Updating Schedule)
Penandaan
prestasi pekerjaan dalam alat pengendalian (schedule) dilanjutkan dengan
penyesuaian urutan pekerjaan disebut dengan updating. Untuk
mengembalikan prestasi sesuai rencana schedule semula, maka dibutuhkan revisi
schedule untuk memperbaiki deviasi yang terjadi. Kegiatan revisi schedule ini
adalah bagian dari kegiatan reschedulling. Pada umumnya reschedulling
dilakukan bersama-sama dengan proses updating. Adapun beberapa
tindakan yang perlu dilakukan dalam updating schedule menurut Clough and
Sears (1991) antara lain:
1. Perhitungan
float dari setiap aktivitas dari jadwal yang baru
2. Perhitungan
project completion date jadwal yang baru
3. Penyesuaian
jadwal yang baru dengan jadwal yang sudah dikoreksi (correctiong schedule)
Pengertian Delay
Menurut
Ervianto (2002), delay adalah sebagaian waktu pelaksanaan yang tidak
dapat dimanfaatkan sesuai dengan rencana, sehingga menyebabkan beberapa
kegiatan yang mengikutinya menjadi tertunda atau tidak dapat diselesaikan tepat
sesuai jadwal yang telah direncanakan. Terjadinya delay dapat disebabkan
oleh kontraktor atau faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap proyek
konstruksi.
Berbagai
hal dapat terjadi dalam proyek konstruksi yang dapat menyebabkan bertambahnya
durasi konstruksi, sehingga penyelesaian proyek menjadi terlambat. Penyebab
umum yang sering terjadi adalah terjadinya perbedaan kondisi lokasi (deffering
site condition), perubahan desain, pengaruh cuaca, tidak terpenuhinya
kebutuhan pekerja, material atau peralatan, kesalahan perencanaan atau
spesifikasi, pengaruh keterlibatan pemilik proyek. Pengaruh delay yang
terjadi tidak hanya menyebabkan meningkatnya durasi kegiatan, tetapi akan
berpengaruh terhadap meningkatnya biaya konstruksi
Menurut
Husen (2008), delay dalam proyek konstruksi dalam proyek konstruksi
dapat dikategorikan menjadi 4 kelompok, yaitu:
1. Excusable
dan Non-Excusable delay
2. Conpensable
dan Non-Conpensable delay
3. Concurrent
dan Non-Concurrent delay
4.
Critical
dan Non-Critical
Excusable dan Non-Excusable Delay
1. Excusable
Delay
Excusable delay adalah
gagalnya pihak pengelola konstruksi menepati waktu penyelesaian proyek sesuai
dengan perjanjian yang telah disepakati. Kegagalan ini disebabkan oleh
permasalahan desain, perubahan pekerjaan oleh pemilik proyek, perubahan cuaca,
perselisihan pekerja, dan bencana alam. Excusable delay dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu:
a. Compensable
delay
Jika
delay masuk dalam compensable delay maka pihak yang dirugikan akan
mendapat tambahan waktu dan biaya ganti rugi atau salah satunya saja sesuai
dengan analisis yang telah disepakati. Penundaan ini biasanya berasal dari
kesalahan pemilik proyek.
b. Noncompensable
delay
Jika delay masuk dalam non-compensable
delay maka delay tidak mendapatkan kompensasi apapun sehingga proyek harus
dihentikan
2. Non-Excusable Delay
Menurut Ervianto (2002), Non-excuseable
delay adalah suatu kondisi saat terjadi penundaan pekerjaan yang disebabkan
oleh pihak pelaksana proyek. Menurut beberapa penelitian seperti yang dilakukan
oleh Arditi (1985), Yates (1993), dan Assaf (1995) dalam Majid dan McCaffer
(1998), faktor penyebab non-excusable delay dapat dikategorikan
berdasarkan sumber utamanya, antara lain:
a. Material
b. Tenaga
Kerja
c. Alat
dan perlengkapan kerja
d. Keuangan
e. Perencanaan
yang tidak cermat
f. Kurangnya
pengendalian
g. Subkontraktor
h. Kurangnya
pengawasan
i.
Metode konstruksi yang
tidak tepat
j.
Tidak cukup tenaga ahli
k. Kurangnya
komunikasi
3. Concurrent
dan Non-Concurrent Delay
Concurrent delay terjadi
ketika dua atau lebih penundaan yang tidak saling berhubungan mempengaruhi
pekerjaan yang sedang berlangsung pada saat yang sama. Delay ini dapat
berasal dari sumber yang berbeda (satu pihak atau lebih, termasuk cuaca).
Biasanya delay yang terjadi memiliki jenis yang berbeda. Misalnya, owner
tidak seharusnya bertanggung jawab atas compensable delay yang terjadi
karena terlambat memberikan gambar rencana saat terjadi banjir yang secara
independent menunda pekerjaan yang sedang berlangsung
4. Critical dan Non-Critical Delay
Tidak semua delay mengakibatkan
perubahan dalam waktu penyelesaian proyek. Sebagai contoh, misalnya terjadi
perubahan dalam pekerjaan elekrikal (jenis stop kontak), dan perubahan tersebut
tidak mengakibatkan terjadinya penundaan kegiatan lain, delay ini
disebut non-critical delay. Sedangkan delay yang menyebabkan
terjadinya perubahan/bertambahnya waktu penyelesaian proyek konstruksi disebut critical
delay. Misalnya terjadi perubahan dimensi balok baja secara tiba-tiba, hal
ini akan menyebabkan pengaruh yang besar terhadap waktu penyelesaian proyek
karena harus dilakukan pengaruh yang besar terhadap waktu penyelesaian proyek
karena harus dilakukan proses change order, shop drawing atau
perubahan elemen, proses pemesanan, dan transportasi ke lokasi pekerjaan
(Ervianto,2004)
Sumber:
Ervianto, W.I.
2004. Teori-Aplikasi Manajemen Proyek
Konstruksi. Yogyakarta: Andi
Husen, A. 2008. Manajemen
Proyek. Yogyakarta: Andi
Soeharto, I. 1995.
Manajemen Proyek: Dari Konseptual sampai
Operasional, Edisi 1. Jakarta: Erlangga
Soeharto, I. 1995.
Manajemen Proyek: Dari Konseptual sampai
Operasional, Edisi 2. Jakarta: Erlangga
Comments
Post a Comment