Metode Pelaksanaan Dermaga

Pengertian Dermaga
Dermaga adalah suatu struktur sipil yang berfungsi sebagai tempat kapal bersandar melakukan bongkar muat barang/menaik-turunkan penumpang dari dan ke kapal. Peranan dermaga sangat penting, karena harus dapat memenuhi semua aktifitas-aktifitas distribusi fisik di pelabuhan, antara lain: menaik turunkan penumpang dengan lancar, mengangkut dan membongkar kargo, menghubungkan angkutan dari-ke darat atau dari-ke laut, merapat dan melepaskan kapal, tempat penyimpanan yang efektif, Gudang, dan fasilitas yang berhungan dengan lalu lintas darat.
Gambar 2.1. Dermaga Peti Kemas
       Macam-Macam Dermaga
Pemilihan jenis dermaga dipengaruhi oleh kebutuhan yang akan dilayani (dermaga penumpang ataupun barang yang bisa berupa barang satuan, curah, atau cair), ukuran kapal, arah gelombang dan angin, kondisi topografi, dan tanah dasar laut. Berdasarkan fungsi operasionalnya, macam-macam dermaga adalah sebagai berikut:
a.    Dermaga barang umum, adalah dermaga yang diperuntukkan untuk bongkar muat barang umum/general cargo ke atas kapal
Gambar 2.2. Dermaga Barang Umum
b.    Dermaga peti kemas, dermaga yang khusus diperuntukkan untuk bongkar muat peti kemas. Bongkar muat peti kemas biasanya menggunakan crane.
Gambar 2.3. Dermaga Peti Kemas
c.    Dermaga barang curah, adalah dermaga yang khusus digunakan untuk bongkar muat barang curah yang biasanya menggunakan ban berjalan (conveyor belt).
Gambar 2.4. Dermaga Barang Curah
d.    Dermaga khusus, adalah dermaga yang khusus digunakan untuk mengangkut barang khusus, seperti bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan lain sebagainya.
Gambar 2.5. Dermaga Khusus
e.    Dermaga Marina, adalah dermaga yang digunakan untuk kapal pesiar, kapal Ferry, speed boat
Gambar 2.6. Dermaga Marina
f.     Dermaga kapal ikan, adalah dermaga yang digunakan oleh kapal ikan.
Gambar 2.7. Dermaga Kapal Ikan
Berdasarkan posisi letaknya, dermaga dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu wharf, pier, dan jetty. Struktur wharf dan pier bisa berupa struktur tertutup atau terbuka, sementara jetty pada umumnya berupa struktur terbuka.
a.    Wharf
Wharf adalah dermaga yang dibuat sejajar pantai dan dapat dibuat berhimpit dengan garis pantai atau agak menjorok ke laut. Jenis wharf ini biasanya dipilih bila dasar pantai agak curam atau kedalaman air yang dalam, tidak terlalu jauh dari garis pantai. Kebanyakan digunakan untuk pelabuhan barang potongan atau peti kemas dimana dibutuhkan suatu halaman terbuka yang cukup luas untuk menjamin kelancaran angkutan barang.
Perencanaan wharf harus memperhitungkan tambatan kapal, perlatan bongkar muat barang dan fasilitas transportasi darat, karakteristik kapal yang akan berlabuh mempengaruhi panjang wharf dan kedalaman yang diperlukan untuk memperatkan kapal.
Gambar 2.8. Dermaga Wharf
b.    Pier
Pier adalah dermaga yang berada pada garis pantai dan posisinya tegak lurus dengan garis pantai (berbentuk jari). Berbeda dengan wharf yang digunakan untuk merapat pada satu sisinya, pier dapat digunakan pada satu sisi atau dua sisinya sehingga dapat digunakan untuk merapatkan lebih banyak kapal. Perairan di antara dua pier yang berdampingan disebut slip.
Gambar 2.9. Dermaga Pier
c.    Jetty
Jetty adalah bangunan dermaga yang menjorok ke tengah laut (sungai, danau) untuk mencapai kedalaman yang diperlukan dan dihubungkan bangunan jembatan ke darat. Sisi muka jetty biasanya sejajar dengan pantai. Pada umumnya jetty digunakan untuk merapat kapal tanker, kapal LNG, dan kapal tongkang. Untuk menahan benturan kapal yang merapat, dipasang dolphin penahan benturan (bresting dholpin) di depan jetty. dolphin-dolphin tersebut dihubungkan dengan catwalk (jembatan kecil), yang berfungsi sebagai jalan betugas yang akan mengikatkan tali kapal ke dolphin.
Gambar 2.10. Dermaga Jetty
Gambar 2.11. Jenis Dermaga Jetty, Wharf, dan Pier
Gambar 2.12. Pertimbangan dalam Menentukan Tipe Dermaga
Berdasarkan jenis strukturnya, dermaga dapat dikelompokkan menjadi dua macam berikut ini.
a.              Deck On Pile
Dermaga Deck On Pile (open type structure) menggunakan serangkaian tiang pancang (piles) sebagai pondasi untuk lantai dermaga. Seluruh beban di lantai dermaga, termasuk gaya akibat berthing dan mooring, diterima sistem lantai dermaga dan tiang pancang pada struktur dermaga ini. Di bawah lantai dermaga, kemiringan tanah dibuat sesuai dengan kemiringan alaminya serta dilapisi dengan perkuatan (revement) untuk mencegah tergerusnya tanah akibat gerakan air yang disebabkan oleh manuver kapal. Untuk menahan gaya lateral yang cukup besar akibat berthing dan mooring kapal, dapat dilakukan pemasangan tiang pancang miring. Pada umumnya, jenis struktur tiang pada Struktur Dermaga Deck On Pile sedikit sensitif terhadap getaran-getaran lokal seperti tumbukan bawah air akibat haluan kapal dibandingkan struktur dermaga lainnya.
Gambar 2.13. Dermaga Deck On Pile
Keuntungan Struktur Dermaga Deck On Pile:
(1) Sudah umum digunakan,
(2) Mudah dilaksanakan,
(3) Perawatan lebih mudah.
Kerugian/hambatan Struktur Dermaga Deck On Pile:
(1) Diperlukan pekerjaan pengerukan dengan volume yang cukup besar,
(2) Diperlukan proteksi pada kemiringan tanah di bawah lantai dermaga,
(3) Diperlukan pemasangan tiang miring apabila gaya lateral cukup besar.
b.             Sheet Pile
Dermaga jenis ini menggunakan sheet pile (turap atau dinding penahan tanah) untuk menahan gaya-gaya akibat perbedaan elevasi antara lantai dermaga dengan dasar kolam. Struktur Dermaga Sheet Pile adalah jenis struktur yang tidak memperdulikan kemiringan alami dari tanah. Struktur jenis ini biasanya dibangun pada garis pantai yang memiliki kemiringan curam dimana, pada umumnya, tanah pada bagian laut kemudian dikeruk untuk menambah kedalaman kolam pelabuhan. Tiang pancang masih diperlukan untuk menahan gaya lateral dari kapal yang sedang sandar atau untuk membantu sheet pile menahan tekanan lateral tanah. Struktur sheet pile ini dapat direncanakan dengan menggunakan sistem penjangkaran (anchor) ataupun tanpa penjangkaran. Sistem penjangkaran dapat berupa tiang angkur atau angkur batu. Untuk kondisi perairan dimana gelombang agak besar, Struktur Dermaga Sheet Pile kurang cocok karena gelombang akan menghantam dinding dan terjadi olakan air di daerah dimana kapal sandar. Keuntungan Struktur Dermaga Sheet Pile adalah tidak memerlukan pengerukan tanah di bawah deck.
Kerugian/hambatan Struktur Dermaga Sheet Pile:
(1) Perlu perlindungan terhadap korosi,
(2) Perlu perbaikan tanah,
(3) Masih memerlukan tiang miring.

Gambar 2.14. Dermaga Sheet Pile
Gambar 2.15. Dermaga Anchored Sheet Pile
c.              Diaphragma Wall
Selain sheet pile, diaphragma wall beton juga dapat berfungsi sebagai penahan tekanan lateral tanah. Struktur Dermaga Diafragma Wall terdiri dari blok-blok beton bertulang berukuran besar yang diatur sedemikian rupa. Perletakan blok beton dengan kemiringan tertentu dimaksudkan agar terjadi geseran antara blok beton satu dengan lainnya sehingga dicapai kesatuan konstruksi yang mampu memikul beban-beban vertikal (dari lantai dermaga) maupun horizontal pada dermaga. Barrette pile dapat digunakan pada struktur ini, yang berfungsi sebagai anchor untuk diaphragma wall, keduanya dihubungkan oleh sistem tie beam atau tie slab. Untuk kondisi perairan dimana gelombang agak besar, Struktur Dermaga Diaphragma Wall kurang cocok karena gelombang akan menghantam dinding dan terjadi olakan air di daerah dimana kapal sandar.
Gambar 2.16. Dermaga Diaphragma Wall dengan Barette Pile
Keuntungan Struktur Dermaga Diaphragma Wall:
(1) Waktu pelaksanaan relatif singkat, dan
(2) Dinding dapat dirancang menerima gaya aksial.
Kerugian/hambatan Struktur Dermaga Diaphragma Wall:
(1) Harus dilaksanakan oleh tenaga ahli dalam bidang ini,
(2) Memerlukan material khusus,
(3) Memerlukan peralatan khusus.
d.        Caisson
Struktur ini merupakan salah satu jenis dari dermaga gravity structure. Pada prinsipnya, struktur dermaga jenis ini memanfaatkan berat sendiri untuk menahan beban-beban vertikal dan horizontal pada struktur dermaga serta untuk menahan tekanan tanah. Caisson dalah suatu konstruksi blok-blok beton bertulang berbentuk kotak-kotak yang dibuat di darat dan dipasang pada lokasi dermaga dengan cara diapungkan dan diatur pada posisi yang direncanakan, kemudian ditenggelamkan dengan mengisi dinding kamar-kamar caisson dengan pasir laut ataupun batu. Untuk kondisi perairan dimana gelombang agak besar, Struktur Dermaga Caisson kurang cocok karena gelombang akan menghantam dinding dan terjadi olakan air di daerah dimana kapal sandar.
Keuntungan Struktur Dermaga Caisson:
(1) Blok-blok caisson dapat dibuat di temapt lain
(2) Dapat dilaksanakan pada kondisi tanah yang jelek.
Kerugian/hambatan Struktur Dermaga Caisson:
(1) Diperlukan perbaikan tanah alas caisson agar mampu menahan berat caisson dan beban yang akan bekerja
(2) Diperlukan keahlian khusus untuk pembuatan blok-blok beton dan penempatan caisson.
 Gambar 2.17. Dermaga Caisson
e.              Dolphin’s System
Dermaga Sistem Dolphin membutuhkan jetty untuk menghubungkan dermaga dengan darat. Ada dua jenis Dermaga Sistem Dolphin, yaitu L-jetty dan fingerpier. Struktur Dermaga Sistem Dolphin dikatagorikan sebagai light structure (struktur ringan) karena Struktur Dermaga Sistem Dolphin direncanakan hanya untuk menerima beban-beban ringan seperti pipa-pipa penyalur minyak dan gas sertaconveyors. Struktur Dermaga Sistem Dolhpin biasanya digunakan untuk:
1. Dermaga ferry untuk kapal jenis Ro-Ro
2. Dermaga untuk bulk untuk loading batu bara serta loading-unloading minyak.
Gambar 2.18. Dermaga Sistem Dolphin
Ciri-ciri Dermaga Sistem Dolphin adalah:
1. Kolam pelabuhan jauh dari garis pantai. Oleh karena itu dibuat jembatan penghubung antara platform dengan terminal di darat.
2. Berdasarkan fumngsinya, struktur dermaga dibagi menjadi dua bagian:
Ø Working platform (jetty head), digunakan untuk menempatkan peralatan bongkar muat (unloading arms dan vapour return line arm), katup-katup pipa, dan lain-lain.
Ø Berthing dolphins dan mooring dolphins, digunakan untuk bersandar dan mengontrol kapal yang berlabuh.
3. Working platform (jetty head) tidak dirancang digunakan untuk menahan gaya horizontal yang ditimbulkan kapala saat bersandar dan berlabuh seperti yang diterima oleh berthing (breasting) dolphins danmooring dolphins. Jetty head merupakan platform yang terdiri dariloading/unloading arm, area perbaikan, bangunan perbaikan, jetty crane, menara kebakaran, jalan, dan lainnya. Biasanya jetty headberukuran 20 x 30 m.
4. Approach bridge terdiri dari jalan darat dengan lebar 2,5-3,5 m, jaringan pipa, saluran perbaikan, lampu penerangan, dan fasilitas lainnya. Panjang approach bridge ini bervariasi dan tergantung kondisi sekitar sehingga bisa memcapai beberapa kilometer.
5. Berthing atau breasting dolphin berfungsi untuk menahan energi kinetik saat kapal bersandar, menahan kapal selama angin pesisr bertiup, dan memperkuat spring lines dari kapal.
6. Mooring dolphins berfungsi untuk memperkuat mooring lines (breast dan stearn line) yang melintang.
Panjang dermaga ditentukan oleh LOA kapal yang akan dilayani, seperti disebutkan dalam panduan British Standard Code of Practise for Design of Fendering and Mooring System, yaitu:
1. Jika menggunakan 4 breasting dolphin, spasi antara breasting dolphin bagian terluar (exterior) berjarak 0,3-0,4 LOA dari kapal terbesar. Untuk breasting dolphin bagian dalam (interior) berjarak 0,3-0,4 LOA dari kapal terkecil.
2. Jika menggunakan 2 breasting dolphin, spasi antara breasting dolphin berjarak 0,3 LOA dari kapal terbesar.
3. ``111``Jika menggunakan bow dan stern line, spasi antara mooring dolphinterluar (exterior) berjarak 1,35 LOA dari kapal terbesar.
4. Spasi antara mooring dolphin dalam (interior) berjarak 0,8 LOA dari kapal terbesar.
5. Jarak aman ujung-ujung dermaga adalah 10 m.
Breasting dolphin (berthing dolphin) diletakkan berhadapan langsung atau menempel dengan badan kapal pada saat kapal bersandar. Mooring dolphindiletakkan dibelakang berthing line atau garis sandar kapal, dengan jarak 34,5-49,5 m supaya mooring line tidak terlalu kendor.
Gambar 2.19. Struktur Dermaga Sistem Dolphin
f.     Dermaga apung, digunakan pada perairan yang mempunyai pasang surut besar, untuk menyesuaikan elevasi muka air. Dermaga berupa ponton dari kotak baja atau beton yang bisa mengapung menyesuaikan perubahan elevasi muka air laut. Ponton dan daratan dihubungkan dengan jembatan yang kedua ujungnya ditumpu pada sendi putar sehingga bisa menyesuaikan dengan perubahan posisi dermaga.
Gambar 2.20. Dermaga Terapung
Elevasi puncak dermaga ditentukan oleh beberapa faktor berikut:
a.    Elevasi muka air pasang tertinggi,
b.    Kenaikan muka air karena pengaruh gelombang dan angin,
c.    Tipe kapal yang menggunakan pelabuhan,
d.    Fasilitas yang digunakan untuk kegiatan bongkar muat barang.
       Faktor-Faktor Pemilihan Tipe Dermaga
Pemilihan tipe dermaga disesuaikan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi tipe struktur dermaga adalah sebagai berikut (Triatmodjo, 1996 : 157-159 dalam HSB, 2009):
     1. Tinjauan topografi daerah pantai
Pada perairan yang dangkal hingga dalam yang berada cukup jauh dari darat, penggunaan jetty akan lebih ekonomis karena tidak diperlukan pengurukan yang besar. Sedangkan di lokasi dimana kemiringan dasar cukup curam, pembuatan pier dengan melakukan pemancangan tiang perairan yang dalam menjadi tidak praktis dan sangat mahal. Dalam hal ini pembuatan wharf lebih tepat.
     2. Jenis kapal yang dilayani
Dermaga yang melayani kapal minyak (tanker) dan kapal barang curah mempunyai konstruksi yang ringan dibanding dengan dermaga potongan (general chargo), karena dermaga tersebut tidak memerlukan perlatan bongkar muat barang yang besar (kran), jalan kereta api, gudang-gudang, dsb. Untuk melayani kapal tersebut, penggunaan pier akan lebih ekonomis. Dermaga yang melayani barang potonga dan peti kemas menemrima beban yang besar di atasnya, seperti kran barang yang dibongkar muat peralatan transportasi (kereta api dan truk). Untuk keperluan tersebut dermaga tipe wharf akan lebih cocok.
      3. Daya dukung tanah.
Kondisi tanah sangat menentukan dalam pemilihan tipe dermaga. Pada umumnya tanah di dekat daratan mempunyai daya yang lebih besar daripada tanah di dasar laut. Dasar laut umumnya terdiri dari endapan yang belum padat. Ditinjau dari daya dukung tanah, pembuatan wharf atau dinding penahan tanah lebih menguntungkan. Tetapi apabila tanah dasar berupa karang pembuatan wharf akan mahal karena untuk memperoleh kedalaman yang cukup di depan wharf diperlukan pengerukan. Dalam hal ini pembuatan pier akan lebih murah karena tidak diperlukan pengerukan dasar karang. Dermaga harus memenuhi beberapa syarat minimal diantaranya :
1. Harus mampu mengakomodasi volume bongkar muat
2. Harus mampu mengakomodasi peralatan bongkar muat
3. Harus bebas dari luapan atau air laut akibat gelombang dan pasang surut
4. Harus mudah didekati kapal
5. Harus bisa berhubungan langsung dengan fasilitas darat di belakangnya
6. Harus kuat dan stabil dari gaya-gaya luar yang bekerja
       Bagian-Bagian Konstruksi Dermaga
      1. Bangunan Atas
Bangunan atas terdiri dari:
a. Pelat Lantai
Adalah bagian dari plat dermaga untuk dilewati kendaraan yang menuju kapal atau dari kapal menuju daratan.
b. Balok
Adalah rangkaian dari gelagar memanjang dari konstruksi dermaga tersebut dan merupakan pengaku serta memikul pelat lantai.
      2. Sistem Fender (bantalan sandar)
Pada dasarnya dari segi konstruksi diketahui 3 sistem, yaitu:
a. Fender Pelindung Kayu
Fender jenis ini makin kurang penggunaannya, karena makin langkanya mendapatkan kayu panjang.
b. Fender Gantung
Bentuk fender ini dari yang paling sederhana sampai yang lebih sulit dalam pelaksanaannya. Biasanya digunakan untuk konstruksi dermaga yang menampung kapal-kapal jenis kecil. Dikenal beberapa jenis yaitu:
1) Rantai dilindungi karet
2) Berbobot
Bentuk ini sudah jarang lagi digunakan karena biaya pemeliharaan yang tinggi.
c. Fender Bentur
Guna menyerap energi tinggi yang ditimbulkan benturan kapal pada dermaga, pada saat ini dikembangkan tiga jenis yaitu:
1) Fender hidraulis
2) Fender per baja
3) Fender karet
 Gambar 2.21 Posisi Kapal Terhadap Fender
Gambar 2.22. Posisi Kapal Pada Waktu Membentur Fender
3. Alat Penambat
Alat penambat adalah suatu konstruksi yang digunakan untuk keperluan berikut ini:
a.       Mengikat kapal pada waktu berlabuh agar tidak terjadi pergeseran atau gerak kapal yang disebabkan oleh gelombang, arus dan angin.
b.       Menolong berputarnya kapal.
Menurut letaknya alat penambat dibagi:
1) Alat penambat di darat
Yaitu: bolder/bollard.
Bolder / bollard Adalah alat penambat yang ditanam di bagian tepi dermaga yang berfungsi untuk menambat kapal-kapal yang berlabuh, supaya tidak terjadi suatu penggeseran atau penggoyangan yang besar.
Tipe-tipe Bollard:
a)              Bollard/Bitt
Direncanakan untuk menahan gaya tarik 35 ton
b)             Double Bitt
Masing-masing bitt direncanakan untuk menahan gaya Tarik sebesar 35 ton.
c)              Corner Mooring Post
Alat penambat yang ditanam pada tepi pantai dekat ujung dermaga yang direncanakan untuk menahan gaya tarik sebesar 50-100 ton.
2) Alat penambat di dalam air
Yaitu: pelampung penambat, dolphin
Pelampung penambat adalah alat penambat yang letaknya diluar dermaga, yaitu didalam kolam pelabuhan atau di tengah-tengah laut (off share).
a) Di dalam kolam pelabuhan, fungsinya:
Ø Untuk mengikat kapal-kapal yang sedang menunggu dan berhenti diluar dermaga, karena dermaga sedang dipakai.
Ø Sebagai penolong untuk berputarnya kapal.
b) Di tengah-tengah laut, fungsinya:
Ø Untuk keperluan kapal-kapal yang draftnya besar, dapat membongkar memuat ke/dari tongkang.
Gambar 2.23. Konfigurasi Bollard pada Dermaga
4. Bangunan Bawah
Pondasi adalah suatu bagian dari dermaga yang tertanam atau berhubungan dengan tanah, fungsi dari pondasi adalah untuk menahan beban bangunan di atasnya dan meneruskannya ke tanah dasar. Tujuannya adalah agar didapat keadaan yang kokoh dan stabil atau dengan kata lain tidak akan terjadi penurunan yang besar, baik arah vertikal maupun horizontal. Dalam perencanaan suatu konstruksi untuk bangunan yang kokoh, kuat, stabil dan ekonomis, perlu diperhitungkan hal-hal sebagai berikut:
1. Daya dukung dan sifat-sifat tanah.
2. Jenis serta besar kecilnya bangunan yang dibuat.
3. Keadaan lingkungan lokasi pelaksanaan.
4. Peralatan yang tersedia.
5. Waktu pelaksanaan yang tersedia.
Dari kelima faktor tersebut diatas, dalam perencanaan dan pelaksanaan serta jenis pondasi yang akan dipakai, maka dapat dipilih beberapa alternatif antara lain:
1.             Pondasi dangkal
Pondasi dangkal adalah suatu pondasi yang mendukung bangunan bawah secara langsung pada tanah. Pondasi dangkal dapat dibedakan menjadi:
a. Pondasi tumpuan setempat.
b. Pondasi tumpuan menerus.
c. Pondasi tumpuan pelat.
2.             Pondasi dalam
Pondasi dapat dibedakan menjadi:
a. Pondasi tiang pancang
Pondasi tiang pancang digunakan bila tanah pendukung berada pada kedalaman lebih dari 8 meter, bentuk dari pondasi tiang pancang adalah lingkaran, segi empat, segi tiga, dan lainnya.
b. Pondasi sumuran
Pondasi sumuran digunakan apabila tanah pendukung berada pada kedalaman 2-8 meter, pondasi ini mempunyai bentuk penampang bulat, segiempat, dan oval.

5.  Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan yang akan diuraikan hanya akan membahas mengenai konsep dasar pelaksanaan dermaga dan tidak membahas secara detail tentang pelaksanaan sesungguhnya di lapangan.
Metode pelaksanaan dermaga akan dibagi menjadi 3 poin utama, yaitu:
1. Masa Prakonstruksi
Dalam masa prakonstruksi ini hal-hal yang dilakukan adalah persiapan pelaksanaan, baik yang di darat maupun di laut. Pada umumnya, sebelum pelaksanaan sudah harus disiapkan:
a.       Pembersihan lahan, yaitu membersihkan lahan proyek dan lahan disekitar proyek yang telah dibebaskan dari hal-hal yang akan mengganggu jalannya proyek secara keseluruhan,
b.      Direksi kit, yang berfungsi sebagai tempat untuk keperluan rapat, konfirmasi antar organisasi atau personil yang terkait pengawasan dan lain-lain,
c.       Pos jaga, berfungsi sebagai pengawasan alat dan material,
d.      Gudang, sebagai tempat penyimpanan bahan yang akan dipakai,
e.       Pendatangan alat berat seperti crane, pontin, hammer hydraulic untuk keperluan pemancangan tiang pancang.
2. Masa Konstruksi
Dalam masa konstruksi ini pekerjaan dermaga dilakukan persegmen, pembahasan akan dibagi atas item-item pekerjaan sebagai berikut:
a.       Pemancangan
Alat yang dipergunakan:
2 buah ponton
1 crane
1 hydraulic hammer
2 teodolit/waterpass
Pemacangan dilakukan dengan 2 ponton, dimana 1 ponton sebagai hydraulic hammer untuk pemancangan dan satunya sebagai ponton crane untuk pengambilan tiang pancang dari areal penumpukan ke ponton pancang. Alat teodolit dipergunakan untuk mengukur ketepatan posisi dan kemiringan tiang saat pemancangan.
1.      Ponton crane mengambil tiang pancang yang berada pada areal penumpukan dan kemudian memindahkan tiang pancang dari ponton crane ke ponton pancang, lalu kemudian dilaksanakan pemancangan.
Gambar 2.24. Proses Pengangkatan Tiang Pancang
2.      Pada saat pemancangan, ponton pancang diarahkan ke titik yang dituju, dengan bantuan alat teodolit untuk menentukan titik serta kelurusan/kemiringan tiang pancang.
3.      Setelah semuanya sesuai, tali pengikat pada hydraulic hammer dikendorkan sehingga tiang pancang akan turun sampai seabed dan diukur kembali ketepatannya dengan teodolit.
4.      Apabila sudah sesuai kembali, baru mulai dipancang dengan hydraulic hammer sampai kedalaman yang direncakan.
Gambar 2.25. Proses Pemancangan 
5.      Setelah beberapa tiang pancang selesai dipasang, dapat dilakukan pemotongan tiang pancang yang terlebih dengan menggunakan hammer ban sampai pada elevasi tiang yang direncakan.
6.      Apabila pemotongan tiang sudah selesai semua, pekerjaan selanjutnya adalah pengerjaan poer.
b.      Pengecoran Poer
1.      Sebelum merakit bekisting poer, terlebih dahulu dipasang landasan untuk bekisting berupa sabuk pengikat dibaut sejumlah 2 baut untuk tiap pengikatnya pada tiang pancang/
2.      Kemudian dipasang balok yang menghubungkan antara tiang satu dengan lainnya baik arah memanjang maupun melintang.
3.      Dilanjutkan dengan perakitan bekisting poer di atas landasan yang telah ada, sesuai dengan ukurannya. Untuk bagian vertikal dari bekisting poer ditopang dengan kayu perancah ke balok yang menghubungkan antar tiang pancang.
4.      Setelah bekisting poer selesai, dilakukan pemasangan tulangan beton pengisi tiang dan tulangan poer. Pengecoran dilakukan sekaligus sehingga antara beton pengisi tiang dan poer monolit.
Gambar 2.26. Detail Pengunci Tiang Pancang dan Poer
c.       Pengecoran pelat dan balok
Bekisting balok memanjang dan melintang dipasang sesuai dengan ukuran rencana dan ditopang dengan kayu ke landasan yang telah terpasang pada langkah sebelumnya, pengecoran dilakukan monolit (sekaligus) dengan pelat dermaga, balok fender. Sebelum pengecoran dilakukan, angker bolder dan fender dipasang pada posisinya dengan dilas dengan tulangan balok untuk perkuatan.
Gambar 2.27. Detail Plat, Balok, dan Tiang Pancang
3. Masa Pasca Konstruksi
Setelah pengecoran selesai dan beton telah mengeras dengan sempurna, dilakukan pekerjaan tambahan yaitu:
a.       Pemasangan Bolder
Setelah beton mengeras sempurna, bollard dapat dipasang, angker yang sudah tertanam pada saat pengecoran pelat Bersama tulangannya dibersihkan dan dipasangkan bollard ke posisinya kemudian dicor setempat.
Gambar 2.28 Bolder
b.      Pemasangan Fender
Sama halnya dengan bolder, angker fender yang telah tertanah dibersihkan dan fender ditempatkan di posisinya lalu dipasang pasangan angkernya.
Gambar 2.29 Felder
c.       Pemasangan Rel Crane
Dalam pemasangan crane harus diawasi dengan ketat, dimana setiap sambungan rel harus dites dengan ultrasonic, demikian pula dengan kelurusan rel itu sendiri.
Gambar 2.30. Pemasangan Rel Crane

Comments

Post a Comment

Popular Posts