Metode Analisa Komponen Rencana Tebal Perkerasan Jalan

METODE ANALISA KOMPONEN RENCANA TEBAL  PERKERASAN JALAN
     Penggunaan analisa komponen dalam menentukan tebal perkerasan jalan membutukan beberapa komponen yang dapat memberikan pengaruh pada setiap komponen satuan dalam menyususn lapisan perkerasan jalan.
1. Persentase Kendaraan pada Lajur Rencana.
Jalur Rencana (JR) merupakan jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya yang terdiri daris satu lajur atau lebih, lebar perkerasan (L) dapat mempengaruhi  jumlah lajur berdasarkan lebar jalan dapat dilihat pada Tabel berikut ini:
Tabel .Jumlah Jalur Berdasarkan Lebar Perkerasan
Lebar Perkerasan (L)
Jumlah Lajur (n)
L<5,5m
1 Lajur
5,5m  L < 8,25 m
2 Lajur
8,25 m  L < 11,25 m
3 Lajur
11,25 m  L < 15,00 m
4 Lajur
15,00 m  L < 18,75 m
5 Lajur
18,75 m  L < 22,00 m
6 Lajur
      Tabel lebar perkerasan jalan dan jumlah jalur dan lajur dapat memberikan indikasi pada koefisien analisa perkerasan. Perolehan Koefisien distribusi kendaraan (C)  untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada jalur rencana ditentukan dari jumlah lajur jalan yang direncakanan dan pengunaan lajur dalam arah kendaraan  dari  dan ke tujuan, menurut table  dibawah ini :
Tabel  Koefisien Distribusi Arah Kendaraan


2. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan
     Perolehan Angka ekivalen (E) beban sumbu kendaraan dari masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan) ditentukan menurut rumus daftar dibawah ini :
a.         Angka Ekivalen sumbu tunggal :
b.        Angka Ekivalen sumbu ganda :
c.         Angka Ekivalen sumbu triple :

3.Perhitungan Lalulintas harian lalu lintas dan rumus rumus lintas ekivalen
     Lalu lintas harian rata-rata setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal umur rencana pembukaan jalan, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median atau masing-masing arah pada jalan dengan median.
a)        Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP), yang dihitung dengan rumus:
        Dimana :
        Cj        = koefisien distribusi arah
        j           = masing-masing jenis kendaraan

 b)      Lintas Ekuivalen Akhir (LEA), lalu lintas yang dihitung dengan rumus:
        Dimana :
        i           = tingkat pertumbuhan lalu lintas
        j           = masing-masing jenis kendaraan
        UR      = umur rencana

c)        Lintas Ekuivalen Tengah, lalu lintas yang dihitung dengan rumus:
d)        Lintas Ekuivalen Rencana, lalu lintas yang dihitung dengan rumus:
        Dimana :
        FP        = faktor Penyesuaian

4. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) dan California Bearing Ratio (CBR)
Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi terhadap harga CBR, dimana harga CBR dapat diambil harga CBR lapangan atau laboratorium.
CBR merupakan perbandingan beban penetrasi pada suatu bahan dengan beban standar pada penetrasi dan kecepatan pembebanan yang sama. Berdasarkan cara mendapatkan contoh tanahnya,CBR dapat dibagi atas:
1.        CBR lapangan, disebut juga CBRinplace atau field CBR.
Gunanya untuk mendapatkan nilai CBR asli di lapangan sesuai dengan kondisi tanah saat itu dimana tanah dasarnya sudah tidak akan dipadatkan lagi. Pemeriksaan dilakukan saat kadar air tanah tinggi atau dalam kondisi terburuk yang mungkin terjadi.

2.        CBR lapngan rendaman / Undisturb saoked CBR
Gunanya untuk mendapatkan besarnya nilai CBR asli di lapngan pada keadaan jenuh air, dan tanah mengalami pengembangan mak-simum.Pemeriksanaan dilaksanakan pada kondisi tanah dasar tidak dalam keadaan jenuh air. Hal ini sering digunakan untuk menentukan daya dukung tanah di daerah yang lapisan tanah dasarnya sudah tidak akan dipadatkan lagi, terletak di daerah yang badan jalanya sering terendam air pada musim hujan dan kering pada musim kemarau. sedangkan pemeriksaan dilakukan di musim kemarau.

3.        CBR rencana titik / CBR laboratorium / design CBR
Tanah dasar (subgrade) pada konstruksi jalan baru merupakan tanah asli, tanah timbunan, atau tanah galian yang sudah dipadatakan sampai kepadatan 95% kepadatan maksimum.Dengan demikian daya dukung tanah dasar tersebut merupakan nilai kemampuan lapisan tanah memikul beban setelah tanah tersebut di padatkan. CBR laboratorium dibedakan atas 2 macam yaitu soaked design CBR dan unsoaked design CBR.
Data CBR yang digunakan adalah harga-harga CBR dari pemeriksaan lapangan dan uji laboratorium.dari data CBR ditentukan nilai CBR terendah, kemudian ditentukan harga CBR yang mewakili atau CBR seg-men. Dalam menentukan CBR segmen terdapat 2 cara  yaitu : a) cara Analitis dan B) cara Grafis. Kedua cara akan dibahas dibawah ini.

a)        Secara analitis
        CBRsegmen = CBRrata-rata – (CBRmaks – CBRmin) / R
Dimana harga R tergantung dari jumlah data yang terdapat dalam satu segmen jalan, dan besarnya nilai R dapat dicapai sebagai berikut : 
Hasil perolehan data di segmen rencana Jalan
Jumlah Titik Pengamatan
Nilai R
2
1,41
3
1,91
4
2,24
5
2,48
6
2,67
7
2,83
8
2,96
9
3,08
>10
3,18

      b)      Secara Grafis
Tentukan data CBR yang sama dan lebih besar dari masing-masing nilai pada data CBR. Angka dengan jumlah terbanyak din-yatakan dalam angka 100 %, sedangkan jumlah lainnya merupakan prosentase dari angka 100 % tersebut.dari agka-angka tersebut dibuat grafik hubungan antara harga CBR dan angka prosentasenya. Ditarik garis dari angka prosentase 90 % menuju grafik untuk memperoleh nilai CBR segmen.
Dari nilai CBR segmen yang telah ditentukan dapat diperoleh nilai DDT dari grafik kolerasi DDT dan CBR, dimana grafik DDT dalam skala linier, dan grafik CBR dalam skala logaritma.
Selain menggunakan grafik tersebut, nilai DDT dari suatu Harga CBR juga dapat ditentukan menggunakan rumus :
DDT = 1,6649 + 4,3592 log (CBR)
Dimana hasil yang diperoleh dengan kedua cara tersebut re-latif sama. Dalam Tugas Akhir ini untuk menentukan nilai CBR seg-men dan Nilai DDT digunakan cara grafis sesuai dengan “Metoda Analisa Komponen” SKBI - 2.3.26.1987/SNI NO : 1732–1989-F.

5. Faktor Regional (FR)
Faktor regional adalah keadaan lapangan yang mencakup permeabilitas tanah, perlengkapan drainase, bentuk alinyemen, prosentase kendaraan berat dengan MST ≥ 13 ton dan kendaraan yang berhenti, serta iklim. Peraturan Pelaksanaan Pembangunan Jalan Raya menentukan bahwa faktor yang menyangkut permeabilitas tanah hanya dipengaruhi oleh alinyemen, prosentase kendaraan berat dan kendaraan yang berhenti, serta alinyemen.Untuk kondisi tanah pada daerah rawa-rawa ataupun daerah terendam, nilai FR yang diperoleh dari tabel dibwah ini ditambahkan 1.
Tabel Faktor Regional (FR)
6.    Indeks Permukaan (IP)
       Indeks permukaan ini menyatakan nilai kerataan atau kehalusan serta kekokohan permukaan-permukaan jalan yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat.
IP = 1,0 :Menyatakan permukaan jalan dalam rusak berat sehingga sangat mengganggu lalu lintas kendaraan.
IP =1,5 :Tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus).
IP = 2,0 :Tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang masih mantap.
IP = 2,5 :Menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.
Dalam menentukan Indeks Permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan meliputi local, kolektor, arteri dan tol serta perolehan  jumlah Lalu Lintas Ekivalen Rencana (LER).
Tabel Indeks Permukaan Akhir Umur Rencana ( IPt )
Nilai IPo  dari jenis lapisan permukaan aus jalan dapat memperoleh nilai roughness  dalam satuan ( mm/km)
Tabel  IPo terhadap Jenis Lapis Permukaan
Nilai IPt lebih kecil dari 1,0 menyatakan permukaan jalan dalam kondisi rusak berat dan amat mengganggu lalu lintas kendaraan yang mele-watinya. Tingkat pelayanan jalan terendah masih mungkin dilakukan dengan nilai IPt sebesar 1,5. tingkat pelayanan jalan masih cukup mantap dinyatakan dengan nilai IPt sebesar 2,0. sedangkan nilai IPt sebesar 2,5 menyatakan per-mukaan jalan yang masih baik dan cukup stabil.

7. Koefisien Kekuatan Relatif Bahan (a)
Koefisien kekuatan relatif bahan-bahan yang digunakan sebagai lapis permukaan, lapis pondasi, dan lapis pondasi bawah, dilakukan melalui uji kekuatan bahan dalam satuan MS (kg), Kt (kg/sm2) dan CBR dalam satuan %, dan menghasilkan nilai koefisien kekuatan relative dari jenis bahan yang dipakai sebagai laisan susunan perkerasan jalan  disajikan dalam tabel berikut :
Tabel Koefisien Kekuatan Relatif

8. Tebal Minimum Lapis Perkerasan
Penentuan tebal minimum lapis perkerasan ditentukan dengan mengunakan tabel batas minimum lapis permukaan dan lapis pondasi dibawah ini. Sedangkan tebal minimum lapis pondasi bawah untuk setiap nilai ITP ditentukan sebesar t = 10 cm.
       1.        Tebal Lapisan Permukaan minimum dari jenis bahan perkerasan
Tabel Tebal Minimum Lapis Perkerasan
2.      Tebal Lapisan Pondasi sub base dan base dipakai disesuaikan dengan jenis bahan yang digunakan
Tabel  Batas Minimum Tebal Lapis Pondasi
3.        Tebal Lapisan Bawah 
        Untuk setiap ITP bila digunakan pondasi bawah tebal minimum adalah 10 cm.
9. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Dalam menentukan tebal perkerasan, dan hampir tiap negara mempunyai cara tersendiri. Di Indonesia metode yang digunakan untuk menentukan tebal perkerasan lentur adalah metode Bina Marga yang bersumber dari AASHTO 1972 dan dimodifikasi sesuai dengan kondisi jalan di Indonesia.
Langkah-langkah perencanaan tebal perkerasan lentur dengan menggunakan metode Bina Marga atau analisis komponen, sebagai berikut :
1)   Menentukan daya dukung tanah dasar (DDT) dengan cara menggunakan pemeriksaan CBR.   Nilai DDT diperoleh dari konversi nilai CBR tanah dasar dengan menggunakan :
  a. grafik korelasi nilai CBR dan DDT
  b. persamaan :
  DDT = 1,6649 + 4,3592 log (CBR)......................................... 
2)   Menentukan umur rencana (UR) dari jalan yang hendak direncanakan.Pada perencanaan jalan baru umumnya menggunakan umur rencana 20 tahun.
3)      Menentukan faktor pertumbuhan lalu lintas (i %) selama masa pelak-sanaan dan selama umur rencana.
4)   Menentukan faktor regional (FR). Hal-hal yang mempengaruhi nilai FR antara lain adalah: 
       a. Prosentase kendaraan berat.  
       b. Kondisi iklim dan curah hujan setempat.
       c. Kondisi persimpangan yang ramai. 
       d. Keadaan medan. 
       e. Kondisi drainase yang ada. 
       f. Pertimbangan teknis lainnya.
5)    Menentukan Lintas Ekuivalen
     Jumlah repetisi beban yang akan menggunakan jalan tersebut dinyata-kan dalam lintasan               sumbu standar atau lintas ekuivalen. Lintas ekuiva-len yang diperhitungkan hanya untuk jalur              tersibuk atau lajur dengan volume tertinggi.
a. Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP)
      Lintas ekuivalen pada saat jalan tersebut dibuka atau pada awal umur rencana disebut
Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP), yang diperoleh dari persamaan :
LEP = Σ Aj x Ej x Cj x (1+i)n’………………………… (2)
Dimana :          
Aj = jumlah kendaraan untuk satu jenis kendaraan.
Ej = angka ekuivalen beban sumbu untuk satu jenis kenda raan.
Cj = koefisien distribusi kendaraan pada jalur rencana.
I = faktor pertumbuhan lalu lintas tahunan sampai jalan dibuka.
n’=jumlah tahun dari saat pengambilan data sampai jalan dibuka.
J = jenis kendaraan.

b. Lintas Ekuivalen Akhir (LEA)
       Besarnya lintas ekuivalen pada saat jalan tersebut membu-tuhkan perbaikan structural
disebut Lintas Ekuivalen Akhir (LEA), yang diperoleh dari persamaan :
LEA = LEP (1+r)UR...
dimana :
LEP = Lintas Ekuivalen Permulaan.
r = Faktor pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana.
UR = Umur rencana jalan tersebut.

c. Lintas Ekuivalen Tengah (LET)
Lintas Ekuivalen Tengah diperoleh dengan persamaan :
LET = LEP + LEA.....
                     2

d. Lintas Ekuivalen Rencana (LER)
              Besarnya lintas ekuivalen yang akan melintasi jalan tersebut selama masa pelayanan, dari               saat dibuka sampai akhir umur rencana disebut Lintas Ekuivalen Rencana, yang diperoleh dari             persamaan :
LER = LET X FP .
Dimana : FP= faktor Penyesuaian dan FP=
6). Menentukan Indeks Permukaan (IP)
a. Indeks Permukaan Awal (IPo) yang ditentukan sesuai dengan jenis lapis permukaan yang akan dipakai.
b. Indeks Permukaan Akhir (IPt) berdasarkan besarnya nilai LER dan klasifikasi jalan tersebut.
7). Menentukan Indeks Tebal Perkerasan (ITP) dengan menggunakan rumus dasar metode AASHTO 1972, yang telah memasukkan faktor re-gional yang terkait dengan kondisi lingkungan dan faktor daya dukung tanah dasar yang terkait dengan perbedaan kondisi tanah dasar, sehingga didapat persamaan :
Log Wt18 → 9,36 log (ITP → 1) - 0,20 →  + log FR + 0,32 (DDT – 3,0)
Dengan :
Gt =
dimana :
Gt        = fungsi logaritma dari perbandingan antara kehilangan tingkat pelayanan dari IP = IPo sampai IP = IPt dengan kehilangan tingkat pelayanan dari IPo sampai IP = 1,5.
Wt18   = beban lalu lintas selama umur rencana atas dasar beban sumbu tunggal 18000 pon yang telah diperhitungkan ter-hadap faktor regional.
(Sumber : Sukirman, S., Perkerasan Lentur Jalan Raya, 1999)
Selain dengan menggunakan rumus tersebut, untuk menentukan Indeks Tebal Perkerasan (ITP) dapat juga menggunakan Nomogram-Nomogram yang terdapat dalam buku Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen (Bina Marga).

8). Menentukan koefisien kekuatan relatif (a) dan tebal minimum (D) Setelah nilai ITP didapat kemudian ditentukan nilai koefisien ke-kuatan relatif yang terdapat seperti pada Tabel 
a. Koefisien kekuatan relatif dari jenis lapis perkerasan yang dipilih.
b. Menentukan masing-masing tebal minimal lapis perkerasan yang telah ditentukan
c. Menentukan tebal lapis perkerasan yang akan dicari dengan persamaan :
ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3
dimana :
a1, a2, a3           = koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan .
D1, D2, D3       = tebal masing-masing lapis perkerasan (cm).
Angka 1, 2, dan 3 masing-masing untuk lapis permukaan, lapis pondasi, dan lapis pondasi bawah. Perkiraan tebal masing-masing lapis perkerasan tergantung dari ketebalan minimum yang ditentukan oleh Bina Marga.

CONTOH  Perhitungan Susunan Lapisan Perkerasan  lentur jalan
 Perhitungan Perencanaan Susunan Lapisan Perkerasan Jalan
1.        Tebal perkerasan untuk jalan 2 jalur, data lalu lintas LHR diperoleh saat survey tahun 2008 seperti di bawah ini,dan umur rencana Konstruksi 10 tahun
jalan dibuka tahun 2013 ( selama pelaksanaan  pertumbuhan lalu lintas  i= 5% per tahun). CBR tanah dasar  sub grade = 3,4%
2.        Data-data tahun  LHR tahun 2008
·         kendaraan ringan 2 ton (1+1)                   =1279 kend
·         bus 8 ton (3+5)                                         =  379 kend
·         truck 2 as 13 ton (5+8)                             =    59 kend
·         truck 3 as 20 ton (6+7.7)                          =    39 kend
·         truck 5 as 30 ton (6+7.7+5+5)                 =    19 kend +
 LHR 2008       = 1775 kend/hari/ 2 jalur
Perkembangan lalu lintas (i)
Untuk 10 tahun, pertumbuhan lalu lintas   = 8%
Bahan-bahan perkerasan:
-          LASTON (Ms 340)                             à a1 = 0,3
-          Batu pecah kelas A (CBR 100)           à a2 = 0,14
-          sirtu kelas B (CBR  50)                       à a3 = 0,12
Penyelesaian
LHR pada tahun 2008 (awal umur rencana) dengan rumus (1+i)ᶯ
dengan ketentuan n = selisih tahun
n = 2013 -2008= , n = 5                                  i = 5/100 =0,05
(1+i)ᶯ =(1+0,05)^5 =1,276
·           kendaraan ringan 2 ton (1+1)                   =1279 x 1,276 = 1632      kendaraan
·           bus 8 ton (3+5)                                         =  379 x 1,276 = 483,604 kendaraan
·           truck 2 as 13 ton (5+8)                             =    59 x 1,276 = 75,284   kendaraan
·           truck 3 as 20 ton (6+7.7)                          =    39 x 1,276 = 49,764   kendaraan
·           truck 5 as 30 ton (6+7.7+5+5)                 =    19 x 1,276 = 24,244   kendaraan
LHR pada tahun ke 10 rumus (1+i)ᶯ
i = 0,08                        n = 10
(1+i)ᶯ =(1+0,08)^10 =2,159
·           kendaraan ringan 2 ton (1+1)                   =1632 x 2,159 = 3523,5kendaraan
·           bus 8 ton (3+5)                                         =  484 x 2,159 = 1044,1kendaraan
·           truck 2 as 13 ton (5+8)                             =    75,2 x 2,159 = 162,538kendaraan
·           truck 3 as 20 ton (6+7.7)                          =    49,7 x 2,159 = 107,44kendaraan
·           Truck 5 as 30 ton (6+7.7+5+5)                =    24,2 x 2,159 = 52,3428kendaraan

Setelah dihitung angka ekivalen (E) masing- masing kendaraan sebagai berikut:
Lihat daftar 3
·         kendaraan ringan 2 ton (1+1)                   = 0,0002 + 0,0002    = 0,0004
·         bus 8 ton (3+5)                                         = 0,0183 + 0,141      = 0,1593
·         truck 2 as 13 ton (5+8)                             = 0,141   + 0,9238    = 1,0648
·         truck 3 as 20 ton (6+7.7)                          = 0,293   + 0,7452    = 1,0375
·       truck 5 as 30 ton (6+7.7+5+5)                 = 1,0375 + 2(0,1410) = 1,3195
Menghitung LEP :
Rumus = LEP = koefisien jalur x LHR saat jalan dibuka x E
untuk jalan dua arah koefisiennya = 0,5
·           kendaraan ringan 2 ton (1+1)                   =   0,5 x 1632 x 0,0004 = 0,3264
·           bus 8 ton (3+5)                                         =    0,5  x 483,604 x 0,1593 = 38,5191
·           truck 2 as 13 ton (5+8)                             =    0,5 x 75,284 x 1,0648 = 40,0812
·           truck 3 as 20 ton (6+7.7)                          =    0,5 x 49,764  x 1,0375 = 25,8151
·          truck 5 as 30 ton (6+7.7+5+5)                 =    0,5 x 24,244  x 1,3195 = 15,995 +
LEP = 120,737
Menghitung LEA
Rumus = LEA = koefisien jalur x LHR saat usia jalan 10 tahun x E
·           kendaraan ringan 2 ton (1+1)                   =   0,5 x 3354,8  x 0,0004 = 0,7047
·           bus 8 ton (3+5)                                         =    0,5  x 994,19 x 0,1593 = 83,1626
·           truck 2 as 13 ton (5+8)                             =    0,5 x 154,728 x 1,0648 = 86,5353
·           truck 3 as 20 ton (6+7.7)                          =    0,5 x 102,289 x 1,0375 = 55,7347
·          truck 5 as 30 ton (6+7.7+5+5)                 =    0,5 x 49,82 x 1,3195 = 34,5332 +
LEA = 260,671
Menghitung LET₁₀ = ½(120,737 + 260,671
                                = ½ (381,4)
                                = 190,7 kendaraan
Menghitung LER
            LER ₁₀ = LET ₁₀ X 10/10
                        = 190,7 x 1
                        = 190,7 kendaraan
Mencari ITP
            CBR tanah dasar = 3,4%        DDT = 4,5       IP = 2,0           FR = 1,0
            LER ₁₀ = 190,7                        ITP ₁₀ = no 2= 8,2 dan nom 4 =7,7     (Ipo = 3,9-3,5)
UR 10 Tahun
ITP      = a₁xD₁ +a₂xD₂ +a₃xD₃
7,7       = 0,30xD + 0,14x15 +0,12x10, missal dicari D1 = wearing-course, D2 Base dan sub base, D3 sub grade.
7,7       = 0,3D +2,20 + 1,2
7,4       = 0,3xD +3,40
D1       = (7,4 - 3,40)/0,3
            = 13,33 cm,  dikontrol D1 ( 7,5 – 10 cm), maka mahal langkah selanjutnya…
Jikalau
7,7       = 0,30x10 + 0,14x15 +0,12xD3
7,7       = 3,0 + 2,1 + 0,12x D3 ……………..D3 = (7,7 -5,1)/ 0,12 = 21 cm.

Susunan perkerasan:
LASTON (Ms 340)                             =  dibulatkan 13,5 cm
Batu pecah kelas A (CBR 100)           = 15 cm
sirtu kelas B (CBR  50)                       =   10 cm
Banyaknya aspal yang dibutuhkan
Volume =tinggi x lebar x panjang
LASTON (Ms 340) = 0,1333 x 7 x 100 = 70,31 m³
                                        0,10 x 7 x 100 = 55 m3

Batu pecah kelas A (CBR 100) = 0,15 x 7 x 100 = 105 m³
Sirtu kelas B (CBR  50) = 0,1 x 7 x 100 = 70 m³
  
Gambar Potongan Melintang Perkerasan Jalan










Comments

Popular Posts